Web Directory URL Submission Jual Barang Unik, Kaos Couple dan Gantungan HP: Sebuah Kado untuk seorang Daniel

Saturday, January 15, 2011

Sebuah Kado untuk seorang Daniel



“Aku menemukan sisi lain dari keindahan dunia ini saat mengenalmu dan ketika aku kehilangan dirimu, engkau menjadi inspirasi bagiku.”




12926784181062922423



12915650891304406632
Aku meneguk sisa es teh tawar yang masih tersisa di gelasku. Ketika aku masih menikmatinya ekor mataku menangkap sosok anak laki-laki yang memperhatikanku. Matanya menatapku. Sebuah tatapan yang menusuk ke dalam hatiku. Tatapan yang penuh iba. Aku meletakkan gelas yang hanya menyisakan es batu yang masih membeku.
“Bang, anak kecil yang duduk di pinggir jalan itu siapa ya?” tanyaku penasaran kepada pemilik warung sambil memandang anak laki-laki tersebut.
“Ow… Duh, kasihan tuh anak, bang!”
“Kasihan kenapa, bu?”
“Sudah seminggu bapanya meninggal gara-gara sakit. Ibunya sih meninggal pas melahirkan dia. Dia ngga punya keluarga lagi. Sekarang sih dia tidur di mana saja karena di usir dari kos.”
“Begitu ya, bu!”
Selesai membayar es teh tawar yang aku pesan. Aku menghampiri anak laki-laki yang hanya mengenakan pakaian kumal tanpa alas kaki. Entah sudah berapa lama dia tidak mengganti pakaiannya.
Semakin aku mendekatinya semakin jelas kelihatan kalau tubuhnya tidak terurus. Dia terus menatapku sampai aku duduk di sampingnya.
“Nama kamu siapa dek?” tanyaku dengan nada bersahabat sambil mengukir sebuah senyuman.
“Aku lapar, kak!” ucapnya sambil memegang perutnya.
Aku mencoba mengingat uang yang masih tersisa di saku dan dompetku. Hanya ada selembar sepuluh ribuan dan dua koin lima ratus.
“Nanti kakak belikan kamu makanan. Tapi nama kamu siapa?” Sekali lagi aku menanyakan namanya.
“Benar kak? Serius? Kakak ngga bohongkan?”
“Iya. Ngapain bohong? Tapi nama kamu siapa?”
Aku melihat senyuman manisnya yang memancarkan barisan giginya yang tersusun rapi tapi berwarna kuning karena tidak pernah disikat.
“Namaku Daniel Lie. Dipanggilnya Daniel. Kalau kakak?”
“Surya, panggil saja kak surya!”
Dia mengulurkan tangannya lalu kusambut. Sebuah jabatan salam perkenalan yang hangat. Terasa kalau tangannya penuh dengan debu ketika tanganku bersentuhan dengan tangan munggilnya. Kukunya yang panjang menyembunyikan daki berwarna hitam di setiap kuku jarinya.
“Yuk, kita makan.”
“Di mana kak?”
“Tuh ada warteg!” ucapku sambil menunjuk sebuah warteg.
Dengan langkah semangat Daniel memegang tanganku dan menuntunku ke warteg tersebut. Wajah murungnyha berubah menjadi ceria.
Aku hanya memandangnya dengan mata yang hampir copot. Lahap sekali anak ini makan. Kurang dari lima menit, makanan yang aku pesanku sudah tidak tersisa lagi.
“Terima kasih ya, kak!” ucapnya dengan malu-malu.
“Sama-sama.” Ucapku terharu meski aku tahu jatah makan malamku sudah tidak ada lagi.

                                                                             *****

12915651631596054007


Aku manatap Daniel yang tidur terlelap yang hanya beralaskan koran dan tumpukan baju di kosku yang hanya berukuran 1,5×1,5 meter. Masih terngiang pembicaraan antara aku dengan Daniel sebelum dia terlelap.
“Aku panggil kakak dengan sebutan Ko2 penyelamat ya?”
Aku menatapnya dengan keheranan di antara terang yang dipancarkan lilin kecil. Anehkan? Kos yang aku tinggali hanya seratus ribu sebulan. Tanpa listrik dan tanpa kamar mandi. Jadi kalau mau mandi harus ke WC umum. Suara kereta api yang lewat persis di depan kosku sudah menjadi musik tersendiri bagiku. Kata orang ada harga, ada mutu.
“Dulu aku punya koko.”
“Trus koko kamu di mana sekarang?”
Hening. Sunyi. Bisu.
“Koko… Koko meninggal karena sakit sama seperti papa. Namanya Ko Joseph.”
Kembali kesunyian mencekam.
“Ngga apa-apakan kalau aku manggil kakak dengan panggilan Ko2 Penyelamat?”
Aku berusaha untuk tersenyum, “panggil saja Ko Surya, ya?”
“Oklah kalau begitu.”
Aku tertawa dengan tingkah lakunya yang masih polos.
Karena lelah Daniel langsung tidur terlelap. Sementara aku berusaha menutup mataku diantara suara perutku yang berbunyi karena kelaparan.
*****
“Koko pengen punya toko sendiri,” celotehku ketika mengajaknya ke tempatku bekerja. “Ngga perlu besar, yang penting milik sendiri.”
“Kenapa ngga jadi koki saja?”
“Koki?”
“Iya. Bisa makan sepuasnya. Kita makan ya ko?”
“Kamu lapar?”
“Lapar setengah mati.”
“Tapi uang koko tinggal seribu rupiah. Cuma bisa beli gorengan.”
Daniel hanya menatapku.
“Kamu disini ya, koko beliin kamu gorengan dulu.”
“Iya ko.”
Aku berlari untuk membeli dua potong pisang goreng. Begitu kembali, mata Daniel berbinar-binar ketika menerima dua potong pisang goreng.
“Ini untuk aku dan ini untuk koko,” ucapnya sambil menyerahkan sepotong pisang goreng.
“Untuk kamu saja ya!”
“Ngga mau! Koko kan belum makan apa-apa dari semalam?”
Dengan berat hati aku memakannya juga.
Setelah itu aku langsung melakukan tugasku ketika tiba di toko. Membuka toko, lalu membersihkannya, melayani pembeli dan kemudian menutupnya. Gajinya sih cukup untuk bayar kos, makan, kebutuhan sehari-hari dan biaya transportasi. Tapi beruntung Ko Handy Susilo,biasa dia dipanggil Boy si empunya toko berbaik hati mengizinkan aku memakai komputernya untuk jualan online. Aku menjual maenan2 import yg jarang ada dipasaran dan baju couple dengan brand “ONE HEART ONE SOUL” di websiteku yang kuberi www.viandsunshop.com. Keuntungannya memang sedikit. Tapi aku percaya, setia dalam hal yang kecil maka Tuhan akan mempercayakan hal yang lebih besar lagi.
“Nanti kalau ada yang beli barang atau kaos sama koko, nanti koko traktir kamu di KFC.”
“Wow! Daniel doain semoga laku. AMIN”
Aku hanya tersenyum. Apa lagi melihat tubuhnya sudah bersih. Meski baju yang dikenakannya kebesaran.
Aku belum bisa membelikan Daniel baju sehinga mau ngga mau dia harus memakai pakaianku.
                                                                                
*****


“Kamu sikat gigi pakai garam ya?”
Daniel menatapku dengan kebingungan.
“Odolnya habis. Koko belum bisa beli.”
“Ow.”
“Begini caranya…” ucapku lalu mengambil garam dengan telunjuk tanganku dan menggosokkannya ke gigiku.
“Asin ko!”
Aku tersenyum meski hatiku perih.
“Yah iyalah masa manis.”
                                                                                           *****
12915651891207257977


“Badanmu panas,” keluhku bingung ketika tanpa sengaja menyentuh tubuhnya. “Kamu sakit ya?”
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut munggil Daniel yang merah. Dahinya berkerut dan bibirnya mendesah menahan sakit.
Sementara di luar kos, gerimis mulai turun.
Tubuh Daniel kedinginan. Tidak ada jaket atau selimut. Aku berusaha menghangatkan tubuhnya dengan menempelkan beberapa baju ke seluruh tubuhnya.
“Kita ke dokter ya?” usulku, meski aku sendiri tidak yakin mendapat pertolongan tanpa uang yang cukup. Orang miskin dilarang sakit! kalau berobat harus pinjam sana-sini buat biaya berobat. Setelah sembuh kerja keras lagi buat bayar utang.
Aku semakin bingung ketika Daniel tidak menjawab. Dia hanya mengerang dengan mata tertutup rapat.
Aku menggendong tubuh Daniel dan membawanya ke Laboratorium Prapatan Lima yang berada di jalan GATOT SUBROTO no 21 Bandung. Aku tau disana selaen ada apotek tapi ada laboratorium tuk memeriksa serta ada beberapa dokter handal didalamnya.  Entah kenapa aku takut kehilangan Daniel. Meski baru dua minggu mengenalnya. Rasanya seperti terjalin ikatan batin yang kuat diantara kami.
Sehari tanpa ocehan Daniel rasanya ada yang aneh. Pertanyaan-pertanyaan sering terlontar dari mulutnya hingga kadang aku kewalahan menjawabnya.
“Woi, mau ke mana loe?” sergah satpam disana ketika melihatku. “Enak saja main masuk!”
“Adik saya sakit, pak?”
Satpam tersebut memandangku dan Daniel berkali-kali. Mungkin dia bingung, aku yang Tionghoa memiliki adik yang keturunan pribumi.
“Bawa saja ke rumah sakit lain. Di sini bayarnya mahal. Ngga terima pasien kayak begini!”
Ya Tuhan? Apa rumah sakit ini hanya menerima pasien yang menaiki mobil mewah yang bisa di rawat di sini? Sementara orang miskin sepertiku tidak diterima?
Ketika satpam tersebut mengarahkan mobil mewah untuk mendapatkan parkir aku langsung menerobos masuk. Aku tetap nekat untuk masuk. Apa pun akan aku lakukan untuk Daniel. Satpam tersebut hanya pasrah dengan sikapku. Aku tidak menghiraukan tatapan orang yang melihatku basah kuyup tanpa alas kaki. Sandal nyang kupakai tadi putus. Mungkin sudah waktunya untuk diganti.
Aku tidak menghiraukan tatapan orang yang memandangku. Dinginnya AC menusuk hingga tulang sum-sumku.

*****

12915652261633796255

Empat hari kemudian.
“Hemofilia?” tanyaku kaget.
“Penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui kromosn X,” ucap dokter muda yang cantik perawakannya memberiku penjelasan.
Aku menggagumi kecantikannya.
“Tapi selama ini tidak ada keanehan yang saya temui, seperti pendarahan yang terus menerus atau terjadi benturan pada tubuhnya yang mengakibatkan kebiru-biruan. Kalau boleh tahu, Daniel mengidap hemofilia A atau Hemofilia B, dok?”
“Begitu ya? Hemofilia B.”
Aku terdiam.
“Tidak hanya itu, hasil pemeriksaan menyatakan kalau dia juga positif HIV.”
Aku berdiri seperti patung. Daniel yang masih berumur enam tahun mengidap HIV? Ayah atau ibunyakah yang menularkan? Atau karena dia pernah menjalani transfusi darah dan ternyata Human Immunodeficiency Virus lolos dalam transfusi darah yang dijalanninya.
Kini aku tahu, kenapa tidak ada satu pun keluarganya yang mau menampungnya yang sebatang kara. Mungkin ayahnya meninggal karena HIV juga. Entahlah.
Aku menatap wajah pucat Daniel yang terbaring lemah dengan infus yang terpasang ditubuhnya. Selama Daniel di rawat tidak ada satu pun kata keluh kesah yang keluar dari mulutnya.
Masih jelas tergambar di memoriku pembicaraan kami berdua ketika mengajaknya makan di KFC di bilangan Bandung.
“Daniel pengen kado natal!” Ungkap Daniel tiba-tiba begitu melihat nuansa natal yang menghiasi setiap penjuru mal.
“Mau kado apa?”
“Cuma pengen boneka orang2an dengan baju koki. Karena Daniel ingin ko Surya punya restorant yang sangat besar dan dikenal karena enaknya dan kebaekan pelayanannya”
“Nanti koko belikan kalau koko sudah punya duit. Beberapa hari ini belum ada barang2 yang laku. Nanti koko belikan boneka kepengen Daniel yang gede juga ya.”
“Yang kecil juga ngga apa-apa kok.”
“Tapi jangan lupa berdoa ya.”
“So, pasti!”
Malamnya sebelum beranjak tidur, kembali dia mengutarakan keinginannya.
“Koko pasti belikan buat kamu. Berharap sebelum natal banyak barang2 dan kaos2nya yang laku.”
“Amin!” teriaknya memecah kesunyian malam.
Hatiku miris, seharian aku dan Daniel hanya minum air kran. Tidak ada duit yang tersisa.
“Maafkan, koko, Daniel,” bisikku dalam hati sambil mengusap kepalanya.
Menit berikutnya.
Dia mengajakku berdoa. Biasanya aku yang mengajaknya.
“Tuhan… Berkati Ko Surya ya. Berkati pekerjaannya dan usaha on…”
“Online.” timpalku yang mengetahuinya kesulitan menyebut kata tersebut.
“Usaha onlinenya. Berkati juga websitenya.”
Aku tersenyum ketika dia menyebut kata viandsun dengak pemakaian huruf P didepannya.
“Nama blognya apa ko?”
“viandsunshop.com” ucapku dengan perlahan-lahan.”
“Berkati viandsunshop.com ya Tuhan. Biar banyak orang yang diberkati.”
Aku terharu. Aku meneteskan air mataku.


*****
12915652635125962


1291565283359961275
1291565305740409917
Segala macam usaha telah di coba oleh tim dokter yang menangani Daniel. Sudah dua minggu terakhir ini berbagai obat pun silih berganti dimasukkan ke dalam tubuhnya.
Setiap hari berjam-jam aku menemaninya setelah pulang dari jaga toko. Mengobrol, bergurau atau kadang-kadang berdongeng untuknya.
“Ko, apa artinya meninggal dunia?”
Pertanyaan yang menghentakkan diriku yang lelah dan lapar. HIV sudah memorak-porandakan seluruh sistem pertahanan tubuh Daniel. Infeksi yang tidak terlalu berat pun dapat menimbulkan penyakit yang fatal.
“Artinya, kamu akan suatu tempat yang jauh. Tempat di mana kamu berasal.”
“Perginya sendirian?” tanyanya lemah.
Mataku berkaca-kaca. Namun aku mencoba untuk menahan agar air mata itu tidak jatuh.
“Sendirian. Tapi kamu jangan takut.”
“Kalau aku meninggal dunia, siapa yang akan menemani koko?”
Akhirnya air mataku juga jatuh. Diantara penderitaannya dia masih memikirkanku.
“Aku tahu, koko sering ngga makan biar aku kenyang. Koko sering jalan kaki pulang pergi ke toko biar bisa belikan aku sesuatu setiap hari. Nanti di sana, siapa yang motongin kuku Daniel?”
Aku memeluknya.
“Nanti kalau aku sudah besar dan punya uang yang banyak. Aku mau belikan koko sebuah restorant. Biar koko ngga usah kerja lagi. Trus belikan koko rumah dan mobil, biar kalau hujan bisa tetap tidur enak dan tidak perlu lagi jalan kaki.”
Mulutku tertutup rapat. Bungkam. Tak ada kata yang bisa melewati kerongkonganku. Di tengah rasa sakitnya, dia masih menyimpan sebuah impian. Bukan keluh kesah karena sakit yang di deranya.


******


Aku membawa sebuah boneka koki kecil untuk Daniel. Daniel yang terbaring lemah memaksakan senyumannya.
“Ko…”
“Kenapa sayang?”
“Besok aku tidak bisa ikut koko natalan di gereja.”
“Ngga apa-apa.”
“Kamu suka ngga bonekanya?”
“Terima… kasih… ya, ko! Bonekanya bagus banget.”
“Maafkan koko ya. Koko ngga bisa belikan kamu boneka yang gede.”
“Ko, aku mau… kasih koko… kado.”
Aku tercengang!
“Aku cuma… bisa kasih lagu buat koko…”
Aku mendekatkan kupingku di wajah Daniel. Suaranya semakin pelan.
“Dalam segala perkara Tuhan punya rencana
Yang lebih besar dari semua yang terpikirkan
Apapun yang Kau perbuat tak ada maksud jahat
Sebab itu ku lakukan semua denganMu Tuhan
Ku tak akan menyerah pada apapun juga
Sebelum ku coba semua yang ku bisa
Tetapi ku berserah kepada kehendakMu
Hatiku percaya Tuhan punya rencana”
Air mataku terus jatuh ketiaka dengan susah payah dia menyelesaikan lagu tersebut.
“Selamat natal ya ko.” Ucapnya dengan sangat pelan.
“Selamat natal juga sayang.”
“Ko…”
“Iya, sayang!”
“Koko bisa nyanyikan aku lagi malam kudus? Tapi pake bahasa inggris.”
Tanpa berpikir panjang aku memenuhi permintaan Daniel.
Silent night, holy night
All is calm and all is bright
Round yon virgin mother and child
Holy infant so tender and mild
Sleep in heavenly peace
Sleep in heavenly peace
Silent night, holy night
Shepherds quake at the sight
Glories stream from Heaven afar
Heavenly hosts sing halleluia
Christ the savior is born
Christ our savior is born
Silent night, holy night
Son of God
Love’s pure light
Radiant beams from thy holy face
With the dawn of redeeming grace
Jesus Lord at thy birth
Jesus Lord at thy birth
Halleluia!
Halleluia!
Halleluia!
Christ the savior is born
Tangan kanan Daniel mendekap boneka kokinya sementara tangan kirinya menggengam tanganku.
Genggamannya makin lama makin lembut hingga tak ada lagi nadinya yang berdetak.
“Surga menantimu, pahlawan kecilku,” bisikku dikupingnya yang dingin.

*****
12915653581392454104


12915653731802124900
                                                                                               


TAMAT
Cerpen ini saya dedikasikan untuk ODHA (orang dengan HIV/AIDS), percayalah kalian adalah makluk Tuhan yang paling bahagia dan berharga di mata Tuhan dengan keadaan apapun.
“JAUHI VIRUSNYA BUKAN ORANGNYA”


Silahkan kunjungi

Pin bb:   22897D63
No Hp :  0857.2005.7777


Yang mau cek darah, rontgen, EKG/USG, ada poliklinik umum & gigi juga,serta ke apotek silahkan datang ke PRAPATAN LIMA yang berada di JALAN GATOT SUBROTO NO 21. BANDUNG
No Contact: (022) 731.222.4
Dijamin dengan pelayanan yg memuaskan.... ^-^v

0 komentar:

Post a Comment

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme